Desember, bulan hujan yang mengingatkanku dengan hujan air mata tahun lalu.
Aku sedang mengepakkan pakaian-pakaianku ke dalam koper, libur kantor kali ini datang di awal bulan. Dan aku akan mengisinya di kota Bandung. Tiba-tiba sehelai foto jatuh dari tumpukan bajuku. Potret sesosok lelaki berbadan jangkung dengan polo shirt hitam-abu-abu. Dengan seorang wanita dalam balutan kaus berwarna merah maroon. Foto yang tanpa aku sadari diambil oleh teman-temanku yang berjalan di belakang.
Aku mengamati dirimu dalam foto ini. Bagaimana kabarmu sekarang? 3 tahun lalu kamu kekeuh dengan pendirianmu untuk mengambil job di sebuah kantor daerah Jakarta Pusat. Dari awal aku sudah bilang bahwa sebaiknya kamu jangan mengambil job tersebut, karena kakakku pernah bekerja disitu, aku juga menjadi tahu bagaimana orang-orang di kantor tersebut. Keluargamu juga tidak terlalu setuju dengan jobmu itu. Tetapi kamu tetap pada pendirianmu dan kamu sama sekali tidak mempertimbangkan omonganku dengan alasan, bahwa aku masih jauh lebih muda darimu, jadi aku belum tahu apa-apa tentang dunia kerja.
Kamu tetap menerima job itu. Aku tidak bisa memaksamu, memangnya siapa aku? Hanya memiliki status 'pacar' yang sama sekali belum bisa memaksamu dalam hal apapun. Aku mendukungmu dalam setiap keputusanmu dan aku berdoa agar kamu lancar dalam menjalani harimu.
Sehari setelah kamu bekerja, kamu bercerita padaku tentang pekerjaanmu, tentang suasana di kantormu, tentang teman-temanmu yang baru. Seminggu setelah kamu bekerja, kamu menceritakan tentang lemburmu. Sebulan setelah kamu bekerja, kamu mulai jarang mengabariku. Dua bulan saat kita bertemu sepulang kamu kerja di sebuah restaurant aku mencium aroma rokok bercampur bau keringatmu. Sampai aku bertanya padamu apakah kamu merokok? Dengan cepat kamu menjawab tidak.
Enam minggu, tujuh minggu, delapan minggu, kamu hampir tidak pernah mengabariku sebelum aku memulai bertanya padamu duluan. Aku merasa ada yang janggal. Diam-diam aku menunggumu keluar dari kantormu disebuah minimarket. Setelah kurang lebih setengah jam, akhirnya kamu keluar dari kantormu bersama teman-temanmu.
Aku keluar dari minimarket dan mengikutimu dari belakang. Aku kira kamu akan pulang, ternyata tidak. Kamu menuju ke sebuah club. Aku masih berada beberapa meter di belakangmu. Teman-temanmu membeli minuman dan menyuruhmu minum, kamu menurut. Dua orang wanita club menghampiri kalian, seorang duduk di pangkuan temanmu dan seorang lagi duduk di pangkuanmu. Api seakan-akan menyala ingin menghanguskan hatiku. Aku masih stay di tempatku memperhatikanmu. Kamu dan temanmu bersama dua orang wanita tersebut berdiri, dan berjalan memesan ruangan! Aku masih mengikutimu. Di depan pintu sebuah kamar yang kamu pesan, temanmu memberikanmu sebuah pil yang dia bilang, pil itu bisa membuatmu 'tahan lama'. Aku tetap menahan segala amarahku. Setelah kamu berbicara dengan temanmu, kamu ke toilet. Aku memanfaatkan kesempatan ini, selagi kamu pergi dan wanita itu belum masuk, aku menyelinap ke kamar yang kamu pesan. Ada sebuah lemari di dalam ruangan tersebut. Aku masuk ke lemari itu. Tidak lama setelah aku masuk, kamu dan wanita itu masuk. Alangkah kagetnya aku, kamu meminum pil yang temanmu berikan, apa kamu sadar kalau itu adalah narkoba? Tentu saja tidak, kamu mabuk. Aku mengintip lewat celah pintu lemari.
Sedetik di dalam lemari rasanya seperti setahun. Melihatmu menciumi wanita lain rasanya seperti cambuk. Air mataku meleleh. Aku membuka pintu lemari dan kamu sangat kaget. Aku berlari keluar dan berlari dalam hujan, hujan awal bulan Desember yang bercampur dengan hujan yang turun dari mataku. Hubungan kita berakhir.
Drrtt... Handphoneku bergetar. Aku pun tersadar dari kenangan 3 tahun lalu. Kamu menanyakan kabarku dan meminta maaf kalau ternyata teman-temanmu menjebakmu agar kamu tidak bertahan lama di kantor. Ambil saja hikmahnya, "lihat apa yang dikatakannya, dan jangan lihat siapa yang mengatakannya".
*ps : diakhir kata, gue minta maaf kalau ini ceritanya agak dewasa. Entah, imajinasi jalan sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar