Satu-satunya orang yang ia hubungi ialah Dika. Namun, Dika
bukanlah orang yang memberikan perhatiannya setiap detik. Sudah 50 kali Rika
menepon Dika, namun tetap tidak ada satupun yang diangkat. Hingga, telepon ke
51 dari Rika. *klik* ditutup oleh Dika. Rika menangis sejadi-jadinya. Orang
yang jadi tumpuan satu-satunya untuk bercerita secuek itu.
Dika memang cuek, tapi itu juga yang disukai Rika. Rika bukanlah cewek yang suka dengan 5 menit sekali dihubungi dan ditanya “lagi apa?”, “lagi apa?”, dan “lagi apa?”. Makanya, walaupun sering dicuekin sama Dika, Rika tetap tenang. Seperti hari ini, pintu kamar Rika terbuka.
Rika menoleh, Dika masuk membawakan segelas susu dan segelas air putih. Dika memeluk Rika dan Rika menangis sejadi-jadinya dipelukan Dika.
“Sudah legaan?” tanya Dika, setelah Rika terlihat sudah mulai berhenti menangis.
Rika mengangguk. Dika pun berjalan mengambil air putih yang tadi ia letakan di atas meja.
“Minum dulu,” Dika menyodorkan segelas air putih ke Rika.
Rika pun menenggak air putih tersebut sampai setengah gelas. Lalu, ia mencoba mengatur napas dan mengambil tissue untuk mengeluarkan ingus akibat menangis.
“Coba cerita,” usai Rika kembali ke hadapan Dika.
Rika pun menceritakan permasalahannya. Rika merasa dirinya sudah hampir putus asa. Rika merasa dirinya sudah sangat depresi dengan hidup, ia mengatakan bahwa sudah seminggu dirinya mengurung diri di kamar dan tidak berbicara dengan Ibu, Ayah, dan Rena—adiknya.
Usai bercerita, Rika pun berjalan ke arah meja, lalu meminum susu yang dibawakan Dika.
“Coba sini, duduk lagi depan aku,” ucap Dika setelah Rika selesai meminum susu.
Rika pun kembali duduk sila di depan Dika.
“Coba pejamin mata kamu,” ucap Dika.
Rika memejamkan matanya.
“Kamu tarik napas dan buang 2-3 kali,” perintah Dika.
Rika pun bernapas merilekskan diri sebanyak 3 kali.
“Sudah rileks belum?” tanya Dika.
Rika mengangguk sambil terus mengatur napas.
“Coba letakan kedua telapak tanganmu di atas lutut,” Dika meminta, “lalu tautkan ibu jari dan telunjuk,” lanjutnya.
Rika mengikuti instruksi Dika.
“Bayangkan dirimu dalam keadaan sehat, sesehat-sehatnya,” bisik Dika ditelinga Rika.
Rika membayangkan dirinya sedang sangat sehat.
“Lalu, tautkan ibu jari dengan jari tengah,” lanjut Dika setelah beberapa menit.
“Bayangkan orang-orang yang menyayangimu dan bayangkan kamu sedang bersama mereka semua,” bisik Dika melanjutkan.
Rika membayangkan dirinya bersama keluarga, sahabatnya, dan Dika sedang berkumpul bersama. Bibir Rika mulai mengulas senyum, hatinya mulai damai.
Dika pun ikut mengulas senyum.
“Tautkan ibu jari dengan jari manis,” Dika melanjutkan, “bayangkan saat kamu mendapat pujian, saat kamu menang perlombaan.”
Rika mulai membayangkan saat dirinya dibilang friendly, saat dirinya menang lomba menggambar dan mewarnai kaligrafi, saat dirinya menerima piala. Napasnya mulai teratur dan bibirnya tetap mengulas senyum.
“Tautkan ibu jari dengan kelingking,” Dika meneruskan, “bayangkan saat kamu berada di tempat yang sangat kamu sukai, bisa pantai, gunung, desa, kota, mal, atau lainnya.”
Rika mulai membayangkan pantai, ia membayangkan dirinya sedang menyusuri pasir pinggir pantai.
“Sekarang buka matamu,” Dika mengakhiri.
Rika perlahan membuka matanya. Di depannya ada Dika sedang mengulas senyum. Rika tersenyum membalas senyuman Dika.
Dika beranjak ke meja mengambil air putih yang tadi baru diminum setengah, lalu ia berikan ke Rika, “habiskan.”
Rika pun menghabiskan air putih tersebut.
Dika menaruh gelasnya ke meja dan kembali duduk sila di hadapan Rika.
“Gimana sekarang perasaannya?” tanya Dika.
Rika mengulas senyum kembali, “sudah mendingan, legaan,” ucapnya sambil tetap tersenyum.
“Setiap ada masalah, tenang aja, aku ada di sini, untuk membantu kamu,” ucap Dika.
“Yuk keluar, makan, ketemu Rena sama Ibu,” ajak Dika.
Rika mengangguk menuruti perintah Dika.
Dika dan Rika pun ke meja makan yang ada di dapur. Di situ sudah ada Ibu dan Rena yang makan duluan.
“Rika mau makan?” tanya Ibu.
“Iya Bu,” jawab Rika.
Ibu Rika pun mengambilkan nasi, sayur, dan lauk untuk Rika.
Dika mengambil sendiri makanan yang akan dimakannya.
Dika dan Rika pun duduk berhadapan. Dika di samping Ibu dan Rika di samping Rena.
“Mbak Rika, aku kemarin menang lomba nyanyi loh!” pamer Rena, “aku juara 1 hehehehe pialanya ada di ruang tamu, mbak mau liat gak?”
“Mana?” tanya Rika, “coba liaattt,” pintanya.
Lalu acara makan itu pun berlangsung seru sekembalinya keceriaan Rika. Setelah makan Rika membahas dengan Dika pemecahan masalah yang tadi di ceritakan di kamar. Setelah mencapai kesepatan, Dika pun pamit pulang.
Dika memang cuek, tapi itu juga yang disukai Rika. Rika bukanlah cewek yang suka dengan 5 menit sekali dihubungi dan ditanya “lagi apa?”, “lagi apa?”, dan “lagi apa?”. Makanya, walaupun sering dicuekin sama Dika, Rika tetap tenang. Seperti hari ini, pintu kamar Rika terbuka.
Rika menoleh, Dika masuk membawakan segelas susu dan segelas air putih. Dika memeluk Rika dan Rika menangis sejadi-jadinya dipelukan Dika.
“Sudah legaan?” tanya Dika, setelah Rika terlihat sudah mulai berhenti menangis.
Rika mengangguk. Dika pun berjalan mengambil air putih yang tadi ia letakan di atas meja.
“Minum dulu,” Dika menyodorkan segelas air putih ke Rika.
Rika pun menenggak air putih tersebut sampai setengah gelas. Lalu, ia mencoba mengatur napas dan mengambil tissue untuk mengeluarkan ingus akibat menangis.
“Coba cerita,” usai Rika kembali ke hadapan Dika.
Rika pun menceritakan permasalahannya. Rika merasa dirinya sudah hampir putus asa. Rika merasa dirinya sudah sangat depresi dengan hidup, ia mengatakan bahwa sudah seminggu dirinya mengurung diri di kamar dan tidak berbicara dengan Ibu, Ayah, dan Rena—adiknya.
Usai bercerita, Rika pun berjalan ke arah meja, lalu meminum susu yang dibawakan Dika.
“Coba sini, duduk lagi depan aku,” ucap Dika setelah Rika selesai meminum susu.
Rika pun kembali duduk sila di depan Dika.
“Coba pejamin mata kamu,” ucap Dika.
Rika memejamkan matanya.
“Kamu tarik napas dan buang 2-3 kali,” perintah Dika.
Rika pun bernapas merilekskan diri sebanyak 3 kali.
“Sudah rileks belum?” tanya Dika.
Rika mengangguk sambil terus mengatur napas.
“Coba letakan kedua telapak tanganmu di atas lutut,” Dika meminta, “lalu tautkan ibu jari dan telunjuk,” lanjutnya.
Rika mengikuti instruksi Dika.
“Bayangkan dirimu dalam keadaan sehat, sesehat-sehatnya,” bisik Dika ditelinga Rika.
Rika membayangkan dirinya sedang sangat sehat.
“Lalu, tautkan ibu jari dengan jari tengah,” lanjut Dika setelah beberapa menit.
“Bayangkan orang-orang yang menyayangimu dan bayangkan kamu sedang bersama mereka semua,” bisik Dika melanjutkan.
Rika membayangkan dirinya bersama keluarga, sahabatnya, dan Dika sedang berkumpul bersama. Bibir Rika mulai mengulas senyum, hatinya mulai damai.
Dika pun ikut mengulas senyum.
“Tautkan ibu jari dengan jari manis,” Dika melanjutkan, “bayangkan saat kamu mendapat pujian, saat kamu menang perlombaan.”
Rika mulai membayangkan saat dirinya dibilang friendly, saat dirinya menang lomba menggambar dan mewarnai kaligrafi, saat dirinya menerima piala. Napasnya mulai teratur dan bibirnya tetap mengulas senyum.
“Tautkan ibu jari dengan kelingking,” Dika meneruskan, “bayangkan saat kamu berada di tempat yang sangat kamu sukai, bisa pantai, gunung, desa, kota, mal, atau lainnya.”
Rika mulai membayangkan pantai, ia membayangkan dirinya sedang menyusuri pasir pinggir pantai.
“Sekarang buka matamu,” Dika mengakhiri.
Rika perlahan membuka matanya. Di depannya ada Dika sedang mengulas senyum. Rika tersenyum membalas senyuman Dika.
Dika beranjak ke meja mengambil air putih yang tadi baru diminum setengah, lalu ia berikan ke Rika, “habiskan.”
Rika pun menghabiskan air putih tersebut.
Dika menaruh gelasnya ke meja dan kembali duduk sila di hadapan Rika.
“Gimana sekarang perasaannya?” tanya Dika.
Rika mengulas senyum kembali, “sudah mendingan, legaan,” ucapnya sambil tetap tersenyum.
“Setiap ada masalah, tenang aja, aku ada di sini, untuk membantu kamu,” ucap Dika.
“Yuk keluar, makan, ketemu Rena sama Ibu,” ajak Dika.
Rika mengangguk menuruti perintah Dika.
Dika dan Rika pun ke meja makan yang ada di dapur. Di situ sudah ada Ibu dan Rena yang makan duluan.
“Rika mau makan?” tanya Ibu.
“Iya Bu,” jawab Rika.
Ibu Rika pun mengambilkan nasi, sayur, dan lauk untuk Rika.
Dika mengambil sendiri makanan yang akan dimakannya.
Dika dan Rika pun duduk berhadapan. Dika di samping Ibu dan Rika di samping Rena.
“Mbak Rika, aku kemarin menang lomba nyanyi loh!” pamer Rena, “aku juara 1 hehehehe pialanya ada di ruang tamu, mbak mau liat gak?”
“Mana?” tanya Rika, “coba liaattt,” pintanya.
Lalu acara makan itu pun berlangsung seru sekembalinya keceriaan Rika. Setelah makan Rika membahas dengan Dika pemecahan masalah yang tadi di ceritakan di kamar. Setelah mencapai kesepatan, Dika pun pamit pulang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar