Minggu, 25 November 2018

Freedom

Perlakukan orang seperti kamu ingin diperlakukan.

Agak jarang rasanya setelah pacaran gue gak diatur-atur dan terasa menyenangkan. Hampir di setiap pacaran akan ada aja larangan-larangan. Kalau gue rangkum secara umum, larangannya:
1. Gak boleh bales chat, ngechat, ataupun main sama temen cowok. 
2. Gak boleh pake baju yang kebuka-buka. 
3. Ngabarin setiap detik, menit, jam.
4. Pakai hijab dong.

Mungkin, gue gak akan memberikan protes, tapi gue juga gak berminat nurutin. Hanya menyimpan rasa jengah dan lama kelamaan jadi gak berminat melanjutkan hubungan. Gue akan uraikan alasannya satu per satu. Sebelum gue uraiin, boleh banget baca tulisan link di bawah ini. 

http://rizqirifianto.blogspot.com/2015/03/memahami-toleransi-kolaborasi-dan.html

https://threadreaderapp.com/thread/1034271213210677248.html

Kalau udah baca, gue bakal jelasin, karena sebagian alasan gue tertuang juga di artikel di atas.
1. Gak boleh bales chat, ngechat, ataupun main sama temen cowok. 
Kehidupan gue bukan sama partner doang. Nantinya, gue bakal butuh relasi entah untuk bekerja atau menjalin hubungan baik saja. Gue rasa selama hubungan gue dengan cowok lain gak make hati, itu bukanlah hal yang perlu dikhawatirkan secara berlebihan. Apalagi kalau gue mainnya rame-rame, bikin pusing aja. Kalau mau, lu mendingan kenalan sama temen-temen gue, biar kenal sekalian.

2. Gak boleh pake baju yang kebuka-buka. 
4. Pakai hijab dong.
Kalian semua suci, aku penuh dosa. Iye gue berdosa, udeh.

Ada beberapa paragraf yang gue suka dari blognya Kak Kiki:
Betapa banyak dari kita yang berkata kita menerima perbedaan, tetapi dengan mudahnya menjatuhkan 'judgement' terhadap orang lain berdasarkan informasi terbatas yang kita miliki. Wanita berpakaian minim = murahan? Pria merokok = bandel? Pria gondrong = hidupnya gak teratur? Wanita merokok = lebih parah dari pria merokok? Sedikit berbicara = ansos? Minum minuman keras = tidak bermoral? Kan lucu. Sok tahu benar kita. Merasa seakan paling benar dan paling sempurna, seakan apa yang mereka lakukan tapi tidak kita lakukan itu salah. Bahkan tanpa kita mengetahui alasan mereka melakukan hal tersebut.

Ya, oke, mungkin berpakaian minim bagi wanita itu menyalahi syariat Islam karena tidak menutup aurat. Lah kalau mereka ternyata non-muslim? Atau mereka muslim, tapi memang tidak berniat menutup aurat. Tapi ternyata mereka justru lebih rajin bersedekah? Atau ternyata mereka telah memiliki bisnis sendiri sehingga mampu memperkerjakan orang lain? Masih bisa kah kita menilai mereka tidak sebaik mereka yang menutup auratnya?

Merokok? Nah ini lebih menarik untuk dibahas. Mungkin pembaca pun sedikit paham mengapa ini adalah hal yang menarik dibahas terkait topik toleransi. Jujur, saya masih melihat banyak orang yang memandang buruk para perokok. Ya, mungkin memang tidak baik karena merokok sebenarnya menyakiti diri sendiri. Tapi apa adil kita menilai sifat seseorang hanya dari ia merokok atau tidak merokok? "Eh, lo berhenti ngerokok dong, gaenak dilihat orang" "Kasian reputasi lo karena lo ngerokok". Lah buset, orang tua gue aja ngebolehin, kenapa lo ribet amat? Memangnya karena status seseorang sebagai perokok aktif lalu tiba-tiba hidupnya jadi ga bener? Kan lucu. Mungkin ternyata sang perokok itu lebih aktif di kegiatan sosial, atau mungkin dia lebih pekerja keras hingga sering bergadang dan membutuhkan rokok untuk 'mengganjal' matanya. Siapa yang tahu? Yakin masih bisa menjatuhkan 'judgement' bahwa mereka murahan atau bandel?

Gimana?
Hal yang gue dapet dari paragraf itu, orang yang kalian anggap penuh dosa belum tentu benar-benar penuh dosa. Bisa jadi, orang itu adalah satu-satunya orang yang akan menolong kalian di saat kalian susah. 

Lalu, poin menarik dari threadnya Dinnah:
Sebuah hak asasi manusia utk mengekspresikan dirinya. Ketika dilarang, ada sikap utk memperjuangkan hak asasi itu.

Poin itu sangat menarik buat gue. Biasanya orang yang nyuruh gue pake jilbab gak gue bales apa-apa, cuma gue bales pake senyuman. Di chat juga gue bales pake emot senyum. Sampai saat itu ada orang yang sadar bahwa kayanya ada yang mengganjal dari balasan gue setelah dia ngeledek gue. Orang itu minta gue menyampaikan apa yang gue pikirkan, apa yang gue rasakan setelah dia mengatakan itu. Dia minta gue mengutarakan. Sebenernya gue bingung juga pas mau ngebales, kalaupun gue utarakan, gue takut balasan gue tidak cukup halus. Untuk membalas orang yang selama ini berhubungan baik dengan gue, gue gak bisa semena-mena karena takut menyinggung hatinya. Tapi dia bersikeras mau tau. 

Alasan yang gue sampaikan saat itu: 
"Aku tau pake jilbab kewajiban wanita muslim, tapi aku milih gak make (silakan jika ingin mengecap jelek). Karena suruhan itu ialah suruhan yang baik, aku gak mau ngelawan tapi gak aku lakukan juga. Biasanya aku cuma cengengesan aja, senyum aja.

Dulu, sebelum aku rajin solat. Kalau mamaku nyuruh solat juga gak aku jawab "iya" dan pura2 solat, aku juga gak jawab "gak mau". Tapi tak diemin."

Setelah gue sampaikan itu, ternyata dia bilang dia tidak akan mengecap apapun dan memang hanya mau mendengar pendapat gue. Tapi, sebenernya kaya masih ada yang kurang dari pendapat yang gue sampaikan, kaya, belum semua alasan yang gue sampaikan. Namun, gue sendiri gak tau apa yang belum tersampaikan. Sampai gue baca thread Dinnah, akhirnya gue sadar apa yang kurang. 

Bahwa, tubuh gue adalah milik gue, kehidupan gue milik gue, kenapa orang lain harus memaksa hal yang seharusnya menjadi milik gue seutuhnya? Selama jilbab itu adalah pilihan pemakainya sendiri, gue juga sangat menghormati dan menghargai. 

3. Ngabarin setiap detik, menit, jam.
Bolehkah kita berbicara di akhir hari? Ada kesibukan yang harus saya jalani :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar