Rabu, 31 Januari 2018

Novel VS Film

Banyak novel yang dijadikan film karena mungkin novel tersebut menjadi best seller. Ya wajar sih kalau karena itu. Gue agak jarang nonton film Indo, gak jarang-jarang banget juga sih. Tapi paling jarang nonton horror Indo karena isinya malah gambar yang "syur", jadinya males kan bukannya takut karena serem tapi malah kesel karena bok*ep.

Oke, balik lagi. Disini gue akan mengulas bagusan novelnya atau filmnya ya. Novel dan film yang gue ulas ini diawali dengan baca novelnya dulu, lalu baru nonton film. Soalnya untuk perahu kertas gue nonton filmnya dulu baru baca novelnya. Biasanya gue akan menganggap filmnya bagus kalau gue nonton filmnya dulu baru baca novel, mungkin karena efek first impression. Oh iya, ini bukan berarti salah satunya jelek ya, dua-duanya bagus hanya ada yang lebih bagus saja (menurut saya). Beberapa novel yang gue baca yang dijadiin film itu:

1. Refrain - Winna Efendi
Ini film pertama dari novel yang pernah gue baca. Gue lebih suka novelnya karena ada sekuel yang ada di novel tapi gak ada di filmnya dan menurut gue sekuel itu yang membuat ceritanya jadi hidup.

2. Sunshine Becomes You - Ilana Tan
Gue sangat-sangat menyukai novel Ilana Tan yang Tetralogi 4 Musim + Sunshine Becomes You, jadinya saat dibuat film ya gue penasaran banget dan pengen nonton banget. Akhirnya gue nonton, dan gue lebih suka novelnya.

3. Mimpi Sejuta Dolar - Merry Riana
Pertama kali gue baca bukunya Merry Riana yang ini, gue langsung termotivasi. Gue merasa kaya gue punya power to change my life to be better. Gue menyukai film dan novelnya. Fokus dari film dan novelnya emang berbeda. Di filmnya lebih fokus ke love lifenya gitu, jadi gak termotivasi diri gue tapi tetep bagus. Sedangkan, di novelnya itu fokusnya ke kepercayaan diri dan usaha untuk bertahan hidup.

4. Dilan 1990 - Pidi Baiq
Gue udah baca semua 3 series novel tentang Dilan ataupun Milea. Novel yang pertama paling top menurut gue karena lucu. Novel kedua dan ketiga isinya sedih gitu.. Dan, hari ini gue baru nonton film Dilan 1990 karena dari jauh-jauuuuuuuh hari adek asuh gue udah ngetag gitu pokoknya gue harus nemenin dia nonton Dilan. Pemaksaan emang. Dilan 1990 film dan novelnya bagus. Fokus filmnya pun sama kaya novel. Sensasi lucunya Dilan yang ada di novel pun ada di film.

Gue recommend poin 3 dan 4. Tapi, untuk poin 3 mungkin akan terasa bosan dan bingung di awal cerita.

Rabu, 24 Januari 2018

Penikmat Hidup

Hidup harus dinikmati
Nikmati kebahagiaan dengan tawa
Nikmati kesedihan dengan tangis

Selasa, 23 Januari 2018

Gempa.

Hari ini, 23 Januari 2018. Hari ini Alhamdulillah gue punya kegiatan, yaitu ke kampus buat organisasi. Alhamdulillah ada organisasi jadi gue gak nangis-nangis sama meratapi nasib doang kerjaannya. Agenda hari ini itu ada sidang Anggaran Dasar/ Anggaran Rumah Tangga organisasi gue sama presentasi grand design untuk masa kerja setahun ke depan. 

Jadi, tadi itu udah masuk sesi ke dua, yaitu presentasi grand design program kerja. Gue duduk paling belakang, sesungguhnya gue males 3 tahun di organisasi yang sama dan dengerin presentasi proker yang hampir semuanya sama. Jadi, gue milih duduk di belakang dan buka-buka timeline suatu aplikasi HE HE. Presentan pertama itu ketua komisi I, yaitu sebut saja A. Lalu, dilanjutkan ketua komisi II, sebut saja C. A sudah selesai presentasi dan ikut-ikutan duduk di belakang sebelah gue.

Tiba-tiba gue ngeliat lantai kaya wave gitu. Ini rasanya kaya lagi kena ombak pantai gitu, kaya gelombang ke atas-bawah bukan geter-geter shake ke kanan-kiri. Gue bingung, gue nengok ke A. A nengok ke gue. Kita saling mikir. Nggak deng, gue gak mikir. Gue cuma bingung doang. Terus A bilang, "gempa!" Gue langsung berdiri. Kata A, "berlindung ke bawah meja!" Gue, A, dan adik asuh gue berlindung ke bawah meja, sedangkan yang lainnya lari ke luar. Di bawah meja gue jongkok sambil mikir dan ngebatin dalem hati, "lah anjir ini gue di bawah meja kalau lantainya nanti ambles ke bawah gimana?" gue bener-bener mikir gini karena kebetulan student centernya ada di lantai 4. Gue lagi di lantai 4.

Akhirnya gue keluar dari kolong meja dan ikutan lari ke luar. Di luar student center anak fakultas lain juga pada ngumpul di situ, selasar lantai 4 jadi rame banget. Gue ngeliat muka-muka yang lain, mukanya pada ketakutan banget. Salah satu staff gue bilang, "kakak aku takut banget! Aku sampe gemeteran," dengan muka yang cemas, pengen nangis, dan terlihat gemeter. Gue juga takut banget disini. Gue megangin dada terus, sumpah segitu deg-degannya gue tadi. Mungkin juga gue tadi takut banget karena ini pertama kalinya ngerasain gempa. Selama ini, kalau lagi gempa, gue selalu lagi tidur jadi gak pernah kerasa hehehehe. Gempa lainnya yang infonya ada di grup-grup gue yang lain itu terjadinya di Depok dan gue selalu lagi di Jakarta, jadi gak ngerasain juga hehehehe. Alhamdulillah. Tapi gempa yang tadi beda, dari grup Jakarta sampe Depok semua langsung ngomongin gempa. Berarti, gempanya dari Jakarta sampe Depok. Gempanya rata, 6,4 SR. Dulu, gempa Aceh tahun 2004 itu 8,9 SR dan belum lama ini Aceh gempa lagi 6,5 SR. 

Setelah gempanya berhenti, gue sama anak-anak organisasi masih stay di selasar lantai 4. Gue ngerasa udah bener-bener berhenti, yaudah gue masuk lagi ke student center. Baru yang lain ngikutin dan kita semua ngelanjutin presentasi, eh toa RIK bunyi, nyuruh semua orang yang lagi aktivitas di lantai atas buat turun ke bawah takut ada gempa susulan. Tapi disini gue yakin gak tau kenapa, gempanya cuma sekali. Gue mikir gini karena emang yang sebelum-sebelumnya kalau ada berita gempa ya cuma sekali aja ramenya. Yaudah kita semua beres-beres dan turun, aktivitas dilanjut di selasar lantai 1 jadinya.

Pas pertama kali duduk di lantai pasca gempa, gue ngerasa masih geter. Tapi gue gak yakin, gue curiga ini kaki gue yang gemeter atau emang buminya masih geter. Akhirnya gue megang lantai make telapak tangan, ternyata buminya udah tenang. Berarti kaki gue yang gemeter wkwkwkwk. 

Jujur aja, sebelum kejadian gempa ini, tepatnya di semester 3, gue dapet salah satu materi keperawatan jiwa tentang penyakit trauma pasca bencana, namanya Post Traumatic Stress Disorder (PTSD). Berawal dari bencana yang membuat dampak tidak menyenangkan, tidak terlupakan, bahkan trauma berakhir pada respon tidak percaya yang dapat berlanjut hingga tidak berdaya. Dulu gue pas belajar ini kaya nyepelein gitu, kaya "ah emang bakal segitunya apa". Sekarang gue tau gimana rasanya dan emang sangat-sangat mungkin akan menimbulkan trauma yang segitunya apalagi kalau bencananya sangat-sangat parah kaya tsunami Aceh. Jangankan yang parah banget, yang kaya tadi aja gue masih keinget sampe sekarang. 

Kita gak akan bisa benar-benar paham bagaimana rasanya ada di posisinya jika kita tidak pernah mengalami apa yang dia alami. Akan lebih mudah memahami bagaimana rasanya jika kita pernah mengalami apa yang dia alami. Terakhir, menurut gue, suara itu memiliki energi tergantung bagaimana seseorang memainkan volume dan kata. Kalimat yang positif dengan nada bicara yang menggebu, bisa meningkatkan semangat hidup seseorang dan bisa menumbuhkan harapan yang baik. Hal itu tentunya dengan penekanan bahwa setiap orang memiliki kekuatan. Support berupa atensi secara penuh dan menjadi tempat bercerita dapat meringankan beban yang memenuhi pikiran korban. Stres itu adalah hal yang normal, namanya orang hidup pasti stres, kalau gak stres berarti udah gak hidup. 

------------------------------------------------------------------------------------------

Btw, abis gempa malah jadi pada bercanda di grup. 

Sabtu, 20 Januari 2018

Mati Rasa

Hidupku seperti dalam dunia fana
Hatiku sudah tidak memiliki rasa
Jiwaku hanya sebagai pengisi raga
Pandanganku kosong merana

Mati rasa.

Jumat, 19 Januari 2018

Ayo Mulai Hidup Sehat!

Ini bukan iklan ya. Beberapa waktu terakhir, gue mendapatkan sebuah masalah. Hidup gue pun langsung berputar 180'. Gue jadi selalu di rumah dan gak nyaman berada di rumah. Bukan gak nyaman, tapi jadi mau nangis melulu. Gue juga merasa tertekan.

Gue lagi pusing mikirin masalah pribadi, karena sering banget di rumah mama jadi sering ngaduin masalahnya dengan kalimat keluhan dan penyesalan. Bukan, bukan gue gak mau dengerin. Tapi gue sendiri lagi tertekan, ditambahin keluhan tekanan hidup mama jadinya pusing banget. Waktu itu kata dokter, mama ngalamin psikosomatik karena efek depresi di masa lalu.

Awal stres mikirin masalah, gue bener-bener gak nafsu makan. Ngeliat makanan rasanya kenyang aja, bahkan sampe pengen muntah. Sampe temen gue marah-marah gara-gara gue belum makan apa-apa tapi mintanya minum soda. Iya, gak jelas emang. Udah kebal kali badan gue.

Tapi lama-lama selera makan gue muncul lagi. Itu setelah beberapa hari baru gue bisa merasakan selera makan yang dinamakan "laper". Alhamdulillah.

Tubuh gue yang memberikan respon baik tentunya berasal dari psikologis yang semakin membaik. Tapi, sampai saat ini, cuma selera makan doang yang membaik. Hal lain sama aja, bahkan nambah, gue jadi suka sakit kepala bagian depan. Padahal, penyakit kepala gue yang biasanya itu migrain alias sakit kepala sebelah.

Biasanya, jam 11 itu adalah jam terngantuk dalam hidup. Tapi sekarang sampe jam 1 pun, mata gue masih fresh. Biasanya, kalau di atas jam 12 gue belum tidur, napas gue rasanya sesak. Tapi sekarang, sampe jam 2 pun, badan gue baik-baik aja. Hampir setiap malem gue nangis.

Gue ngerasa, ini udah lebih dari stres biasa. Dulu gue juga pernah stres, tapi gak sampe segininya, gak separah ini. Bisa jadi, gue masuk ke fase depresi. Dua hari yang lalu gue browsing cara mengatasi depresi. Tentunya baca-baca juga penjelasan tentang depresi dan semua ciri-ciri yang disebutkan ada di diri gue saat ini.

Ketika mengalami depresi seseorang akan merasa sedih, putus harapan, merasa tidak berharga, kehilangan ketertarikan pada hal-hal yang dulunya disukainya, atau menyalahkan diri sendiri. Hal tersebut terjadi sepanjang hari dan berlangsung paling tidak selama 2 minggu. Depresi berbeda dengan perasaan tidak bahagia yang berlangsung sementara. Namun karena pemahaman yang salah dan dianggap sama dengan rasa sedih biasa, penyakit ini seringkali dianggap sepele. Padahal, depresi merupakan penyakit serius yang dapat mendorong penderitanya untuk bunuh diri.
Sumber: http://www.alodokter.com/depresi

Depresi dapat membuat Anda sulit tidur. Kalaupun tidur, kualitasnya mungkin tak sebaik mereka yang tak depresi.
Sumber: https://beritagar.id/artikel/gaya-hidup/7-cara-mengatasi-depresi

Semua yang gue bold itu ada di diri gue saat ini. Ditambah beban mama. Ditambah dikacangin orang.

Pada akhirnya, cuma diri sendiri dan kemauan hati sendiri yang bisa ngerubah semuanya. Disaat depresi, emang pikiran dipenuhi pikiran negatif, sesusah itu buat berpikir positif. SUSAH BANGET, SELALU TERNGIANG HAL NEGATIF YANG MEMOJOKAN DIRI SENDIRI DAN SEMUA HAL POSITIF LENYAP. Itu yang gue rasain. Gue harus berkali-kali memulai sebuah syukur dan mencari aspek positif diri, dimulai dari keadaan anggota badan yang masih sempurna (tidak ada cacat), seperti masih memiliki rambut yang tebal, masih memiliki dua buah mata yang dapat melihat dengan jelas tanpa bantuan kacamata, masih bisa menghirup udara, mulut yang bisa berbicara dan tidak ada penyakit, dan sebagainya. Jika beberapa aspek positif sudah muncul dalam pikiran, akan banyak pikiran positif lain yang ikut muncul juga.

Mulai besok, gue harus hidup sehat.
1. Tidur maksimal jam 11 malem.
2. Bangun jam 5 solat, terus tidur lagi bangun jam 6.
3. Lari pagi kalau lagi ada Bapak.
4. Mandi.
5. Makan dengan teratur.

Mau gak mau, harus memaksa badan dan pikiran pada akhirnya. Kalau nggak, akan berada di lingkaran depresi terus-menerus. Hidup terlalu singkat untuk tidak bahagia.

Selasa, 16 Januari 2018

Penulis

"Aku mau jadi penulis."

Akhir-akhir ini kalimat itu sering gue lontarkan karena kerjaan gue sehari-hari jadi main candy crush dari pagi sampe pagi lagi dan juga karena emang gue suka dengan dunia tulis-menulis. Tolong dibedakan ya, ini dunia tulis menulis dalam konteks sastra dan bahasa, bukan dalam konteks sekretaris karena gue tidak menyukai dunia sekretaris. Setelah gue melontarkan kalimat tersebut, gue pun mendapatkan respon dari lawan bicara. Secara umum, responnya dibagi menjadi dua jenis, yaitu mendukung dan kurang mendukung.

Respon mendukung: 
"Tulisanmu bagus, Nur."
"Cerita yang lu buat bagus, Fa."

Respon kurang mendukung:
"Susah Neng, harus banyak idenya."
"Harus belajar tentang sastra, struktur kata, tata bahasa, dsbnya."
"Suka baca novel doang gak cukup."

HE HE dan respon kurang mendukung datangnya dari anggota keluarga, yaitu sepupu gue. Respon dari mereka gak ada yang salah karena itu semua pendapat pribadi yang bersifat subjektif, tergantung dari sisi mana mereka memandang. Sejujurnya pengen masuk ke dunia tulis menulis fiksi, tapi dari dulu hal tersulit itu "konsistensi". Bukan tentang sastra, stuktur kata, ataupun tata bahasa. Tapi, konsistensi. Buat gue konsisten itu susah banget. Berhubung gue orangnya bosenan dan kalau ngerjain suatu hal yang agak berbau seni tergantung suasana hati alias mood jadinya agak susah. Menurut gue, menulis itu bukan sekedar membuat tulisan tapi merangkai kata menggunakan hati sehingga lebih hidup dan bermakna. 

Apakah gue bisa jadi penulis dengan keinkonsistenan ini?

Senin, 15 Januari 2018

Jalani dengan Kebahagiaan

Hidup seperti rasa kopi dan coklat
Bisa jadi terasa pahit
Bisa pula terasa manis

Ekspresikan diri seperti seharusnya
Tidak perlu pura-pura tertawa disaat sedih
Karena itu akan lebih menyakitkan

Anak kecil bisa hidup bahagia
Mereka bahagia walaupun mereka menangis
Karena apa?
Mereka bertingkah selayaknya perasaan

Diberi izin bersedih bukan berarti abadi
Hidup terlalu singkat untuk tidak bahagia
Cobalah untuk bangkit dari masalah

Mulailah harimu dengan senyuman di pagi hari
Selayaknya aku :)

Minggu, 14 Januari 2018

Bisakah?

Bisakah orang berhenti memaksa untuk ingin tau?
Bisakah mereka menghargai privasi saya?
Capek banget jawab pertanyaan "kenapa?"
Gue jawab jujur gue kenapa2
Abis itu mereka maksa minta dikasih tau padahal gue udah bilang gak bisa ngasih tau masalahnya.

Gue paham sih ini bentuk peduli, tapi gue gak mau ngasih tau. Kenapa sih harus maksa-maksa. CAPEK BANGET CAPEK.

Jumat, 12 Januari 2018

A Message from Scholarship Board

Hari ini, dapet berita mengejutkan dari Bapak. Di pagi hari, gue masih tidur dengan cantik, dibangunin. Bapak ngasih handphone-nya ke gue yang berisikan pesan masuk. Gue baca dan ternyata itu dari salah satu lembaga beasiswa yang gue apply. Mata masih belum sepenuhnya melek, susah banget bacanya itu isi pesannya apa. Ternyata, lembaga tersebut meminta nomer handphone gue untuk penentuan jadwal interview. Bapak disuruh cepat membalas, pas gue ke klik ke bawah karena penasaran sama rincian pesannya, itu dikirim tanggal 4 Januari 2018 dan Bapak ngasih taunya baru hari ini, tanggal 12 Januari 2018. Udah 8 hari yang lalu... :') Ini satu-satunya beasiswa yang memberikan respon setelah beberapa kali ditolak oleh beasiswa-beasiswa lain dan semester kemarin gue bener-bener gak nerima beasiswa apapun. 

Akhirnya gue bales deh, walaupun udah terlewat 8 hari. Sejujurnya, gak tau bakal masih direspon atau nggak pesan gue. Gue minta maaf karena emang handphone Bapak ini keluaran jaman dulu, jadi banyakan errornya daripada nggaknya. Terus gue juga mencantumkan nomor handphone gue. Pun, gue juga meng-SMS melalui nomor gue.

Gak tau deh, semester ini gimana ya. HA-HA banyak banget masalah yang dateng dan banyak banget rezeki yang dihilangkan. Sejujurnya gue agak berharap sama beasiswa ini. Kenapa gue menulisnya agak? Karena biasanya saat gue gak berharap, malah dapet dan disaat gue bener-bener berharap, malah gak dapet. Tapi, ini gue agak berharap karena emang semester kemarin gak nerima beasiswa apapun dan gue pun udah jobless. Tapi ya pada akhirnya gue harus ikhlas dengan berita apapun nantinya.

Jika rezekiku, insyaAllah akan tetap ada untukku. 

Senin, 08 Januari 2018

Sadar

Ketika saya mulai berhenti
Ketika itu pula saya tersadar
Bahwa yang saya cari bukanlah sebatas upah

Ketika saya mulai berhenti
Ketika itu pula saya tersadar
Bahwa saya merindukan matahari pagi dan senja

Ketika saya mulai berhenti
Ketika itu pula saya tersadar
Bahwa saya ingin melihat, berkumpul, dan bercanda bersama kawan

Ketika saya mulai berhenti
Ketika itu pula saya tersadar
Bahwa saya rela membantu mereka dengan sukarela

Ketika saya mulai berhenti
Ketika itu pula saya tersadar
Beberapa siswa mencari saya dan saya pun rindu siswa

Ketika saya mulai berhenti
Ketika itu pula saya tersadar 
Bahwa saya keluar dari zona ternyaman

Ketika saya mulai berhenti
Ketika itu pula saya tersadar
Bahwa saya harus berhenti dengan ikhlas

Selamat tinggal tempat ternyaman :)
Semoga saya semakin berkembang dengan keadaan baru. Mungkin, ada minat yang bisa dikembangkan dengan berhentinya satu kegiatan ini.

Sabtu, 06 Januari 2018

Pengutaraan Rasa

Tau apa Anda tentang hati saya?
Hancur.
Tau apa Anda tentang hidup saya?
Hancur.

Bolehkah saya mengutarakan di sini?
Terima kasih sudah menghancurkan dua sisi kehidupan wanita. Saya harus berkali-kali mengalami stres dan frustasi. Saya frustasi harus melakukan berbagai penolakan batin hingga harus menolak segalanya. Sesungguhnya, saya bagian dari korban namun harus berkorban dan dikorbankan. Sungguh, hebat!

Tapi, menyalahkan orang tidak akan menyelesaikan masalah. Saya percaya Tuhan pasti memiliki lanjutan cerita indah jika saya bisa bersabar dan menjalani dengan kepala dingin.

Bukankah kehidupan memang harus seperti ini? Akan ada masa dimana kebahagiaan bertebaran dan akan ada masa dimana insan mengalami kesedihan. Roda akan tetap berputar. Masalah akan mendewasakan setiap insan.

Semoga perasaan Anda kembali untuk dia dan akan selalu untuk dia. Bersyukurlah atas apa yang telah Anda miliki. Semoga Tuhan melunakan hatinya untuk membukakan pintu maaf untuk Anda. Tetaplah bersamanya. Saya jadi mendoakan ini di setiap habis ibadah. Saya tidak memiliki perasaan apa-apa, tidak pernah suka ataupun cinta. Seperti yang orang tua saya katakan, Anda hanya menganggap saya sebagai adik dan saya hanya menganggap Anda sebagai kakak.