Kamis, 17 September 2020

Day 3: A Memory

Ada 2 memori yang terpatri di hatiku, memori indah dan buruk. Bukan berarti aku ingin mengulang waktu karena adanya memori buruk. Keduanya berkontribusi untuk membentukku yang sekarang. 

Pengakuan Dosa
Sebuah memori buruk, yang juga bercampur keindahan. Sampai sekarang aku masih suka bertanya, "sungguh, perasaan itu juga datangnya dari Allah swt, kan?" Pertanyaan yang aku tanyakan sejak dulu, sejak rasa suka itu mulai ada setelah aku jauhkan berkali-kali, namun usahanya untuk dekat denganku pun lebih dari berkali-kali penolakanku. Seperti sebuah peribahasa, "sekeras-kerasnya batu bila tertimpa hujan akan retak juga," begitu pula hatiku. Bohong bila kubilang aku tidak luluh pada akhirnya, namun memang aku harus berbohong dan harus selalu berbohong padamu. Karena tidak semua rasa harus dinyatakan dan tidak semua pernyataan harus diteruskan. Semua demi kebaikan bersama. Aku bertahan semampuku, semampuku memintamu untuk kembali ke jalan yang lurus, lagi dan lagi. Sampai satu ketika, seperti adegan dalam sinetron. Padahal kalimat sebelumnya adalah permintaan dariku untuk tetap bersamanya, tetap memikirkannya saat sedang bersama ataupun tidak bersamanya, tidak berharap padaku. Itu kalimat sebelum dia mendengar suaraku. Pun, hal yang ingin aku tanyakan dan perjelas saat ia mendengar suaraku adalah, "siapa yang kamu pikirkan saat bersamanya?" Tapi nada bicaraku saat itu terdengar seperti seorang penggoda, padahal memang aku sering merengek kepada banyak orang seperti anak kecil. Semesta sangat tidak berpihak padaku, walaupun aku sudah berusaha semampuku untuk menghentikanmu dan menjauh darimu. Semesta cukup jahat saat itu, atau baik? Entahlah. Hingga saat ini aku masih belum merasa baik. Ada hal yang sangat mengganjal hatiku. Aku ingin meminta maaf padanya, tapi takut dengan responnya. Aku juga tidak mau dibilang 100% aku yang salah, karena realitanya tidak seperti itu. Kamu memiliki andil, banyak. Sangat banyak. Semoga suatu saat pasanganmu membaca tulisan blogku ini dan bisa melihat dari ke-2 sudut pandang, walaupun tidak semua hal terurai dari tulisan ini. 

Pengayom
Memori indahku datang dari kehadiran orang lain. Orang yang tidak sengaja dipertemukan denganku dan bersedia mengenal dan menjalin obrolan hingga saat ini. Selayaknya hubungan, baik itu pertemanan, jalinan keluarga tanpa darah, percintaan, ataupun keluarga sedarah sekalipun tidak selalu berjalan mulus. Aku pernah ditinggalkan. Cukup lama. Atau bahkan sangat lama? Entahlah. Padahal kehadirannya saja sudah cukup buatku. Tapi mungkin saat itu ialah saat tersulit hidupnya. Aku juga baru tahu setelah ia kembali. Kamu tidak tahu, saat kamu pergi, aku sangat-sangat sedih dan berusaha mencarimu. Tapi tidak tahu mencari kemana. Nama aslimu saja aku tidak tahu. Apalagi rumahmu. Lagipula lokasi rumah kita pun terlampau jauh. Sedih dan rindu, dua hal itu menjadi satu. Aneh memang. Padahal aku tidak tahu dalam dunia nyata kamu itu siapa, rupamu seperti apa, tinggalmu dimana, dan sifatmu seperti apa. Mungkin aku mengetahui sifatmu tapi tidak sampai setengah. Bagaimana kehilangan secara emosional itu bisa terjadi? Aku merasa seperti dekat denganmu dan mengenalmu walaupun kita belum pernah bertemu. Kamu baik, sekalipun kamu bilang dirimu jahat, aku selalu bisa merasakan kamu baik. Terima kasih sudah kembali, memberi tahu identitasmu, menemuiku di kotamu, dan menemaniku hingga hari ini, sebagai orang yang kuanggap sebagai kakak. Jangan perlu lagi, karena aku benar-benar sedih saat kamu pergi. VH.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar