Jumat, 02 Maret 2018

Sexual Harassment

Sexual harassment dalam bahasa Indonesia berarti pelecehan seksual merupakan perilaku pendekatan kepada seseorang terkait dengan seks yang tidak dikehendaki. Pelecehan seksual dapat terjadi dimana saja, namun yang paling sering saya dengar, yaitu di tempat umum dan tempat kerja. Pelecehan seksual dapat berasal dari komunikasi verbal dan non-verbal. Beberapa contoh pelecehan seksual, yaitu:
- siulan yang bersifat menggoda
- catcalling atau panggilan seperti "neng neng" di saat sedang jalan
- kontak fisik yang tidak perlu
- kata-kata yang bersifat menggoda
- ancaman sex
- mengerling dan undangan yang mencurigakan
- penyentuhan tubuh
- pengeluaran alat kelamin
- ajakan seksual
- serangan fisik dan perkosaan

Korban pelecehan seksual bisa lelaki atau perempuan, namun presentasi jumlah korban perempuan jauh lebih banyak dibanding lelaki. Ada 3 teori dalam menganalisa pelecehan seksual seperti yang dikatakan oleh Sandra S. Tangri, Martha R. Burt and Leanor B. Johnson dalam Indah Budiarti:

  • Teori Biologis. Perilaku pelecehan seksual merupakan suatu ekspresi dari kerja hormon-hormon seksual, dimana laki-laki dipandang memiliki dorongan seksual yang lebih besar sehingga seringkali laki-laki menjahili perempuan secara seksual.
  • Teori Sosiokultural. Mengasumsikan bahwa laki-laki dan perempuan secara sosiokultural dibesarkan oleh suatu sistem yang menempatkan mereka sebagai dua pihak yang tidak setara, disebut dengan budaya patriarki (laki-laki lebih tinggi derajatnya dibanding perempuan). 
  • Teori Organisasional. Mengasumsikan bahwa adanya perbedaan struktur dalam dunia kerja (atasan dan bawahan), maka bagi mereka yang punya posisi atau hierarki lebih tinggi merasa memiliki peluang untuk memperlakukan bawahannya secara sewenang-wenang.
Pernyataan akan ketertarikan seksual adalah hal yang alamiah dan dialami oleh manusia, TAPI tindakan permintaan yang tidak dikehendaki hingga pemaksaan seksual yang tidak bisa diterima yang disebut dengan pelecehan seksual.

Hukum Indonesia yang mengusung tentang pelecehan seksual menurut Indah Budiarti, yaitu:
  1. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP): Pencabulan pasal 289-296; Penghubungan pencabulan pasal 295-298 dan pasal 506; dan Persetubuhan dengan wanita di bawah umur pasal 286-288.
  2. Undang-Undang Hak Asasi Manusia No. 39/1999 yang menyatakan dengan tegas bahwa setiap manusia memiliki hak dan martabat yang sama dan sederajat, berhak atas jaminan dan perlindungan hak asasi manusia tanpa diskriminasi.
  3. Konvensi tentang Penghapusan Segala bentuk Diskriminasi terhadap perempuan (CEDAW: Convention on Elimination Discrimination Against Women), 1979. Konvensi ini merupakan perjanjian internasional yang paling komprehensif dan menetapkan kewajiban hukum yang mengikat untuk mengakhiri diskriminasi terhadap perempuan. Indonesia telah meratifikasi (mengesahkan) konvensi ini melalui UU No. 7/1984.
  4. Perjanjian Kerja bersama. Masukkan klausal tentang stop pelecehan seksual dalam perjanjian kerja bersama dan di tempat kerja, pastikan bahwa itu dijalankan dengan benar, dan ada sanksi bila melanggarnya.
Langkah yang bisa diambil untuk menghentikan pelecehan seksual dari analisa saya terhadap beberapa artikel di internet dan kenyataan yang saya alami: 

  1. Sebisa mungkin membuat barang bukti, seperti menyalakan alat perekam suara saat berbicara, simpan pesan yang mengandung pelecehan seksual, jika memungkinkan letakan handphone di suatu tempat yang datar dan nyalakan kameranya ketika berbicara. Jika kondisinya berada di tempat umum, sebisa mungkin cari saksi lain yang melihat. Jika tidak bisa, perhatikan lingkungan sekitar apakah ada CCTV atau tidak. Saat ini, di Indonesia sudah lumayan banyak tempat yang menggunakan CCTV. Menurut saya, hal ini sangat berguna nantinya karena terungkap secara jelas. 
  2. Bicarakan pada orang lain tentang pelecehan seksual yang dialami. Sebisa mungkin, meminta jalan keluar dan realisasinya. Saran saya, menceritakan kepada orang lain seperti HRD ataupun teman dekat yang bisa membela adalah hal yang baik, namun jangan terlalu bergantung, karena tidak semua orang mau ikut campur dalam suatu masalah walaupun sudah diceritakan. 
  3. Speak up! Bicara pada pelaku bahwa tindakannya tidak dapat diterima. Sebaiknya, tidak berbicara sendiri, ajak seorang pendamping ketika berbicara. Selain berguna sebagai saksi, pendamping juga berguna untuk melindungi dari kejadian tidak terduga. Menurut saya, speak up adalah hal paling efektif, karena pelaku bisa merasa takut. Pelaku takut karena memang dia salah. 
  4. Melaporkan pelecehan seksual kepada pihak yang berwenang karena sudah diatur dalam hukum Indonesia. Menurut saya, hal ini sulit dilakukan kecuali kasusnya seperti pemerkosaan atau pelecehan seksual yang terbilang parah. 
Ada cara lain yang sepertinya sudah membudaya, yaitu tidak keluar terlalu malam, tidak keluar sendirian, tidak keluar menggunakan pakaian yang terbuka. Saya tidak setuju. Alasannya ada di artikel yang dibuat oleh kumparan:
"Ada yang bilang kalau salah satu cara buat menghindari sexual harassment adalah dengan berpakaian yang baik, ngga nerawang, ngga kebuka, dan sebagainya. Ya, saya sepakat.
Tapi coba lihat, mereka yang berjilbab pun masih bisa jadi sasaran. Mulai dari catcalling yang bernuansa islami dengan mengatakan "Assalamualaikum" sampai dengan memotret diam-diam. Kalau sudah begini, gimana ya?"

Cara menangani korban yang terkena pelecehan seksual adalah menghukum pelaku. Bukan malah menyelamatkan pelaku dan menyalahkan korban. Jika terus diwawancarai dengan pertanyaan, "Memangnya pakai baju apa?" "Memangnya keluarnya jam berapa?" dan semacamnya. Tentunya membuat pelaku merasa aman karena yang disalahkan pun korbannya dan akan terus mengulangi kejahatannya. Kriminal tetap kriminal. 

References

Budiarti, I. (2009, February 6). STOP sexual harassment. Retrieved from UNIONISM: https://unionism.wordpress.com/2009/02/06/stop-sexual-harassment-and-violence-at-work/

Suryaningsih, M. (2017, July 10). Menjaga Diri Memerangi Sexual Harassment. Retrieved from Kumparan: https://kumparan.com/mega-suryaningsih/menjaga-diri-memerangi-sexual-harassment

The Regents of the University of Michigan . (2018). Sexual Assault Prevention and Awareness Center. Retrieved from What is Sexual Harassment? : https://sapac.umich.edu/article/63



Sudah beberapa kali saya mengalami sexual harassment. Sebenarnya, sexual harassment ada banyak jenisnya, namun yang saya anggap sexual harassment untuk diri saya yang lumayan parah saja.
Dalam pandangan saya, sexual harassment berupa siulan atau catcalling itu belum termasuk sexual harassment menurut saya, saya lebih mengartikan hal itu sebagai "genit". Saya bisa mulai mengatakan hal tersebut sexual harassment ketika sudah lebih dari catcalling.

Beberapa sexual harassment yang saya alami, yaitu:
1. Ancaman sex
Hal ini pernah saya dapatkan dari orang yang saya kenal ketika saya sudah remaja. Alhasil, saya jadi kepikiran sampai berhari-hari dan juga takut. Tapi, untungnya tidak berakhir pada hal-hal yang tidak diinginkan.

2. Pelaku melihat dan mengelus organ kelaminnya
Ini saya dapatkan belum lama, saat ini saya menduduki perkuliahan di semester 6. Jadi, saya ingin interview dan saya sudah sampai tempat interview. Tempatnya di perumahan dan terbilang cukup sepi, mungkin juga karena kondisinya saat itu sedang mendung. Saya duduk di motor menunggu dibukakan pintu pagar. Lalu ada lelaki yang berjalan melewati saya, lalu lelaki itu berjalan balik lagi melewati saya untuk kedua kalinya dengan jarak yang lebih dekat dengan saya. Lelaki itu lalu berdiri di jalan yang berjarak sekitar 7 meter dari saya. Lalu, dia menatap saya dan mengelus-ngelus penisnya. Pakaian saya disini helm, masker, jaket, celana panjang, dan sepatu. Jadi, apa yang terlihat dari diri saya? Hanya mata, leher, telapak tangan, dan punggung kaki.

3. Pelaku mengeluarkan organ kelaminnya
Hal ini saya dapatkan ketika saya masih SD kelas 6. Saya masih menggunakan baju sekolah dan saya sedang mengobrol dengan teman saya yang sudah SMP. Tiba-tiba di seberang jalan yang tidak sebesar jalan raya berhentilah sebuah sepeda motor. Orang tersebut lalu mengeluarkan penisnya dan melakukan hal yang saat ini saya ketahui sebagai onani. Waktu itu saya belum mengerti, jadi saya hanya bertanya kepada teman saya yang sudah SMP, "kak, itu apaan?" lalu teman saya hanya menjawab, "udah, cuekin aja." Akhirnya, saya dan teman saya tetap mengobrol seperti biasa.

4. Pelaku menyentuh tubuh
Hal ini saya alami di sebuah stasiun kereta daerah tanah abang. Saat itu posisinya saya sedang menunggu kereta. Saya ingat sekali saya menggunakan pakaian yang tertutup: baju dengan jaket dan celana panjang. Saya rasa, untuk ukuran Indonesia ini sudah masuk pakaian yang tertutup. Tiba-tiba ada yang memegang bokong saya. Saya kaget, saya celingukan ke kanan lalu ke kiri. Lalu, wanita di sebelah saya bilang, "megang-megang bokong orang aja dia!" Disitu saya sadar, yang dipegang bukan hanya saya saja dan orangnya hanya berjalan seperti tidak berdosa dan santai.

Kenapa di atas saya tidak setuju dengan alasan harus pakai baju tertutup karena semua pelecehan yang saya pernah alami, saya selalu sedang menggunakan pakaian TERTUTUP. Memang pelakunya saja yang kriminal!

Alasan lainnya ialah beberapa orang masih menganggap wanita itu adalah objek. Contohnya, catcalling, siapa yang melakukan catcalling? Lelaki ke perempuan. Namun, apakah perempuan ke lelaki melakukan hal itu juga? Atau lelaki ke sesama lelaki. Berlaku ramah dan melecehkan adalah dua hal yang berbeda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar