Selasa, 16 Januari 2018

Penulis

"Aku mau jadi penulis."

Akhir-akhir ini kalimat itu sering gue lontarkan karena kerjaan gue sehari-hari jadi main candy crush dari pagi sampe pagi lagi dan juga karena emang gue suka dengan dunia tulis-menulis. Tolong dibedakan ya, ini dunia tulis menulis dalam konteks sastra dan bahasa, bukan dalam konteks sekretaris karena gue tidak menyukai dunia sekretaris. Setelah gue melontarkan kalimat tersebut, gue pun mendapatkan respon dari lawan bicara. Secara umum, responnya dibagi menjadi dua jenis, yaitu mendukung dan kurang mendukung.

Respon mendukung: 
"Tulisanmu bagus, Nur."
"Cerita yang lu buat bagus, Fa."

Respon kurang mendukung:
"Susah Neng, harus banyak idenya."
"Harus belajar tentang sastra, struktur kata, tata bahasa, dsbnya."
"Suka baca novel doang gak cukup."

HE HE dan respon kurang mendukung datangnya dari anggota keluarga, yaitu sepupu gue. Respon dari mereka gak ada yang salah karena itu semua pendapat pribadi yang bersifat subjektif, tergantung dari sisi mana mereka memandang. Sejujurnya pengen masuk ke dunia tulis menulis fiksi, tapi dari dulu hal tersulit itu "konsistensi". Bukan tentang sastra, stuktur kata, ataupun tata bahasa. Tapi, konsistensi. Buat gue konsisten itu susah banget. Berhubung gue orangnya bosenan dan kalau ngerjain suatu hal yang agak berbau seni tergantung suasana hati alias mood jadinya agak susah. Menurut gue, menulis itu bukan sekedar membuat tulisan tapi merangkai kata menggunakan hati sehingga lebih hidup dan bermakna. 

Apakah gue bisa jadi penulis dengan keinkonsistenan ini?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar